Senin, 02 Maret 2015

Untuk Kalian, Yang Saat Ini Mantap Memilih Hidup Sendiri Tanpa Kekasih Hati

Hidup seringkali menghadapkan kita pada berbagai pilihan, termasuk soal cinta dan perkara menentukan pasangan. Kadang, punya kekasih yang selalu bisa diajak berbagi memang menyenangkan. Namun, memilih hidup sendiri tanpa belahan hati tak jarang justru lebih menenangkan.
Tak salah jika sampai hari ini saya masih merasa nyaman sendiri. Tapi, bukankah hidup akan lebih berarti saat aku punya seseorang yang bisa dikasihi? Tidakkah akan lebih bahagia jika ada pasangan yang menyandarkan kepalanya di pundaku di akhir hari?

Menikmati Kesendirian Adalah Hak Pribadi. Punya Pasangan Bukan Berarti aku Tak Boleh Bersenang-senang dengan Dirimu Sendiri

Ingin sendiri bukanlah kemauan yang tak wajar. Justru saya berhak melakukan segala hal yang aku inginkan, termasuk memilih untuk sendiri. Baca buku, jogging pagi, nonton film, pergi ke supermarket; banyak hal yang menurutku mungkin lebih menyenangkan jika dikerjakan sendirian – tanpa teman atau pasangan. Saya pun merasa bahwa kesendirian membuat fokusku lebih maksimal ketika mengerjakan tanggung jawab pekerjaan.
Tapi, selain berhak hidup sendiri, bukankah saya juga layak punya belahan hati? Seseorang yang bisa menggenapkankuu. Tempatku berbagi segala hal yang memang layak dibagi; perhatian, kasih sayang, dan cinta yang ada dalam hati. Ragam perasaan yang pasti akan lebih membahagiakan jika dibagi berdua, tak saya nikmati sendiri saja. Dan sekalipun saya punya pasangan, bukankah saya pasti masih bisa punya waktu untuk sendirian?

Memilih Pasangan Jelas Butuh Banyak Pertimbangan. Tapi, Rasa Nyaman dan Kecocokan Pun Akan Datang Seiring Waktu Berjalan

Punya banyak pertimbangan saat menentukan pasangan memang bukan sikap yang keliru. Saya berhak punya kriteria pendamping idaman atau berhati-hati ketika menjatuhkan pilihan. Keinginanku adalah mendapatkan pasangan yang bisa memberiku rasa nyaman. Dia yang punya banyak kecocokan denganku, sehingga kelak kami tak akan sering berselisih paham atau berseteru.
Sayangnya, sikap yang terlalu pemilih bisa jadi menjerumuskanku. Saya berubah menjadi sangat selektif dalam menentukan pasangan. Rasa cinta yang begitu besar pada diri sendiri membuatku merasa berhak mendapat yang terbaik. Saya lupa bahwa pasangan atau hubungan yang sempurna bisa didapat lewat proses, mulai dari perkenalan hingga akhirnya nyaman menjalin hubungan.

Kegagalan Tak Harus Dirisaukan, Kemauan untuk Memantaskan Diri Menungkinkanku Bertemu Pasangan yang Sepadan

Kegagalan bisa jadi salah satu yang memberatkan langkahku untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Saya takut salah memilih, takut disakiti, atau takut merasakan pahitnya patah hati. Ketidakpastian dalam hubungan cinta semakin membuatku ketakutan dan enggan mencoba.
Tapi, bukankah menemukan pasangan yang sepadan juga bukan hal yang mustahil? Mendapatkan pasangan yang akan membalas cintaku dengan sama besarnya pun mungkin saja. Kadang, saya memang tak perlu merisaukan apa yang belum pasti terjadi. Tenaga, waktu, dan pikiran hanya perlu difokuskan untuk memperbaiki diri. Berusaha memantaskan diri demi dapat pasangan yang sepadan.

Tuhan Mungkin Akan Mengantarkan Jodohku dengan Cara yang Gila. Saya Harus Membuka Dirimu Seluas-luasnya, Biarkan Cinta Datang dan Membuatku Bahagia

Ku tanyakan dalam hati, apakah selama ini saya memang terlalu menutup diri? Bukankah sebenarnya banyak teman atau kenalan yang mencoba mendekatiku? Mereka yang berharap mendapat perhatian dariku dan dapat tempat spesial di dalam hatiku.
Mungkin, selama ini saya sudah membangun tembok yang tinggi demi membentengi mereka yang datang dan ingin mendekatiku. Padahal, Tuhan jelas-jelas menjadikan jodoh sebagai salah satu perkara yang paling rahasia. saya tak pernah tahu siapa, kapan, dan darimana jodohku akan datang. Dan ketika jodoh masih jadi teka-teki, tak ada salahnya membuka diri atas segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Memulai Sebuah Hubungan Adalah Momen Paling Menyenangkan. Beruntung Saya Bisa Merasakan Cinta yang Menggebu Sekaligus Memabukkan
Senyaman apapun kesendirianku sekarang, ku coba sejenak merenung. Mengenang masa lalu ketika cinta pernah datang layaknya candu yang begitu memabukkan. Dulu, saya mungkin pernah menjalin hubungan dengan seseorang yang mampu menjadikanku tergila-gila. Masa-masa di awal pacaran yang membuatku merasa jadi orang paling bahagia di dunia. Serasa tak butuh apa-apa, selain pasangan dan cinta yang kami punya.
Tidakkah ingatan tentang masa lalu mengubah keyakinanku? Tak inginkah saya kembali ke masa-masa yang paling membahagiakan itu? Cinta memang punya daya yang maha luar biasa. Ketika cinta datang dan dijalani dengan cara yang benar, ia bisa membuatku jadi manusia paling semangat dan bahagia menjalani hidupnya.

Punya Pasangan dan Menjalin Ikatan Cinta Tak Akan Jadi Bencana, Selama Perasaan dan Logika Diberi Porsi yang Sama Besarnya

Saya pernah punya pengalaman itu, jadi pecinta “gila” yang mencintai pasangannya dengan menggebu-gebu. Namun ketika akhirnya hubungan itu gagal, saya pun merasa jadi orang paling sial. Menganggap diriku bodoh lalu menyalahkan cinta yang pernah saya rasakan.
Tapi, bukankah cinta seharusnya tak pernah salah? Cinta adalah perasaan paling suci dan alami yang dihadiahkan oleh Tuhan kepada manusia. Cinta itu sepatutnya membahagiakan, bukan malah membuat hidupku berantakan. Cinta memang tak bisa diresapi mentah-mentah. Sebagai penyeimbang, perasaan cinta pun harus berkompromi dengan logika agar saya tetap waras menjalaninya.

Menjalin Hubungan Bukanlah Cara Bahagia yang Paling Instan. Punya Pasangan Justru Membuat Mengerti Makna Pengorbanan dan Perjuangan

Keliru memang, jika menganggap bahwa punya pasangan adalah cara bahagia yang paling instan. Alih-alih bahagia, cinta seringkali menawarkan duka dan air mata. Pasalnya, menyatukan dua manusia bukanlah perkara yang mudah. Pasti akan ada perbedaan atau masalah yang membuat saya dan pasanganku merasa lebih baik menyerah daripada berjuang.
Namun, inilah arti cinta yang sebenarnya. Mencintai berarti mau berjuang dan berusaha menghadapi saat-saat tersulit. Jika saya dan pasanganku mengaku saling mencintai, maka kita akan berusaha mempertahankan hubungan meski sesulit apapun kondisi yang dihadapi.

Memilih Sendiri Atau Punya Pasangan, Saat Ini Sayalah yang Berhak Menentukan. Tapi, Manusia Diciptakan Berpasangan, Cepat Atau Lambat Kamu Pun Akan Bertemu Dia yang Sudah Tertakdirkan

Tak apa jika saat ini saya masih memilih hidup sendiri. Menikmati waktu dan sibuk dengan duniaku sendiri. Merasa sudah cukup bahagia sehingga tak mau buru-buru mencari pasangan atau bahkan menjalani pernikahan. Sekarang, saya berhak menjalani apa yang memang membuatku merasa nyaman.
Seiring waktu berjalan, kelak saya pun akan sampai pada satu titik kedewasaan. Menyadari bahwa tak selamanya manusia bisa hidup sendiri tanpa pasangan. Saya butuh seseorang yang akan jadi teman hidup dan pendamping di masa depan. Seseorang yang memang sudah digariskan Tuhan. Dia yang akan menua bersamaku hingga ajal datang dan memisahkan kami.
Untuk kalian yang masih nyaman hidup sendiri, semoga segera datang seseorang yang bisa membuatmu berpikir lagi. Bahwa punya pasangan atau belahan hati akan membuat hidup terasa lebih indah dijalani.
Artikel ini terinspirasi dari laman hipwee. Artikel asilinya bisa dilihat disini.

2 komentar:

  1. Saya Tidak Percaya Mujizat Tuhan soal Pasangan Datang Saat kita Sedang Berusaha memperbaiki diri, Lebih Baik Membujang sampai Mati daripada Punya Pasangan Tapi Menderita Terus

    BalasHapus
  2. kalau aku sih sudah memilih untuk nggak menikah seumur hidup karena jaman skrg semua serba mahal dan lagi lebih enak menjadi jomblo dan gak ada beban daripada menikah harus begini lha begitu lha

    BalasHapus

Tips Langsing dan Cantik

Untuk mengetahui informasi tentang berbagai tips pengelolaan berat badan dan tips cantik, berkunjunglah ke http://kakdidik.blogspot.co.id/